dari tangan ummi
dengan belati kudrat
dihirisnya tanah belantara
perlahan-lahan membujur
di depan anak-anak
dusun pusaka berzaman
aku biasa lena
di pinggir dangau
sewaktu menyematkan lelah
pada tertib tarian angin
di hujung semarak ilalang
diulit kercipan kelicap kecil
memburu kelibat limpapas
sejenak sepiku berhenti
sesekali rengkiang menjerit
dari pohonan ke pohonan
diserkap paruh sang pekaka
atau laungan kawanan kera
berebut pucuk daun muda
alangkah nyaman
memerhati senyumanmu mercup
menetaskan bunga-bunga durian,
manggis atau sedikit cempedak
melihat ketakjuban budi
pada sekeping tanah.
Total Pageviews
Tuesday, December 28, 2010
Friday, December 24, 2010
Airmata Gaza
daerah berdarah itu
dipencil dan dipenjara
sedang warga dunia
berpesta menghirup udara peradaban
anak-anakmu Gaza
mengutip sisa-sisa kelukaan
menahan derita kelaparan
menelan maksud kebuluran
dengan lidah kelat dan kering
di pinggir Gaza
pelabuhan menjadi sepi
tiada kelasi mundar-mundir
menunggu nakhoda melaungkan arahan
dermaga terbungkam sunyi
menyaksikan lautan kehilangan warna
darah mengalir antara dentuman senapang
tanpa semboyan amaran
peluru dilucutkan menggila
membidik sasaran kaku
tubuh-tubuh syuhada
terbujur rebah bergelimpangan
disambut ratapan keluarga
dan sanak-saudara tercinta
betapa mudah sang durjana itu
memadam nafas manusiawi
merentap nadi yang berdenyut
dengan penuh kelicikan
tipu helah abadi
wahai islamku
dengan qunut nazilah
atau harapan siimam mahadi
keazaman bukan sekadar melafaz syahadah
tapi mengisi benteng iman
dengan senjata mukmin
menafsir godaan dan dugaan zionis
dipencil dan dipenjara
sedang warga dunia
berpesta menghirup udara peradaban
anak-anakmu Gaza
mengutip sisa-sisa kelukaan
menahan derita kelaparan
menelan maksud kebuluran
dengan lidah kelat dan kering
di pinggir Gaza
pelabuhan menjadi sepi
tiada kelasi mundar-mundir
menunggu nakhoda melaungkan arahan
dermaga terbungkam sunyi
menyaksikan lautan kehilangan warna
darah mengalir antara dentuman senapang
tanpa semboyan amaran
peluru dilucutkan menggila
membidik sasaran kaku
tubuh-tubuh syuhada
terbujur rebah bergelimpangan
disambut ratapan keluarga
dan sanak-saudara tercinta
betapa mudah sang durjana itu
memadam nafas manusiawi
merentap nadi yang berdenyut
dengan penuh kelicikan
tipu helah abadi
wahai islamku
dengan qunut nazilah
atau harapan siimam mahadi
keazaman bukan sekadar melafaz syahadah
tapi mengisi benteng iman
dengan senjata mukmin
menafsir godaan dan dugaan zionis
Monday, December 20, 2010
Kumbang dan Bunga
wahai kumbang
kauingin mengenali bunga
tapi kerdipan matamu
melirik dikucup warna
kelopak-kelopak lembut
yang tersusun tertib
melingkari satu keasyikan
betapa harum
wangian sekuntum pesona
menutup rapuh akar di bumi
disergah angin murka
pada penghujung musim
wahai bunga
kauingin mengenali kumbang
tapi kerdipan matamu
melirik sebatang tubuh kekar
seiring langkah-langkah sepatu
antara kemeja segak
dan hayunan sekuntum senyum
betapa merdu
kalimat-kalimat berbunga
menyerkup rapat ruang pepura
yang kekal berdiri
di belakang suatu keinginan
alangkah mudah
jebak dan perangkap racik
mengumpul buruan
alangkah sukar
untuk menapis jelantah
berbekal neraca iman
Wednesday, December 15, 2010
Hadiah Buat Isteri
kugariskan ingatan
sedetik melihat engkau bersimpuh
duduk menunggu sarungan cincin
di jari pernikahan
terima kasih
buat meluruskan ego lelakiku
di hujung kelembutanmu
samasekali tak mampu kulukis
yang kauseret sekian waktu
di kantung kehamilan
memerhati sang puteraku
tertawa diiringi dua puteri
aku kembali melihat
ukiran senyummu menjulur
di lidah kenangan
perempuanku
kuhadiahkan kesetiannku
Thursday, December 9, 2010
Giliran
di perhentian ini
tak ada tiket untuk dibeli
atau barisan menunggu panjang
sesekali amat melankolik
ia menghadirkan diri
tanpa kad undangan
atau berkirim salam
menghulurkan pesanan
di perhentian ini
ada ratapan kecil
mengiringi sebuah keberangkatan
ada segenggam talkin
menyusuri sebuah perpindahan
sekujur tubuh itu
cuma pinjaman sementara
buat bermain meredah dunia
tak ada tiket untuk dibeli
atau barisan menunggu panjang
sesekali amat melankolik
ia menghadirkan diri
tanpa kad undangan
atau berkirim salam
menghulurkan pesanan
di perhentian ini
ada ratapan kecil
mengiringi sebuah keberangkatan
ada segenggam talkin
menyusuri sebuah perpindahan
sekujur tubuh itu
cuma pinjaman sementara
buat bermain meredah dunia
Wednesday, December 8, 2010
Hujan Dinihari
ngauman hujan
mendesah di kaca dinihari
menjernih jendela jiwa
bagai hilang gementar kemarau
di tanah tandus
perlahan-lahan kaukucup
ilalang dan semaluku
terbangun dari dingin jemarimu
tasbih yang berloncatan
kukumpul di perdu sejadah
melebarkan kuntum doa
pada pohonan tahajud
di pinggir dinihari
bingkisan hujan mengetuk
makna sebuah pasrah
mendesah di kaca dinihari
menjernih jendela jiwa
bagai hilang gementar kemarau
di tanah tandus
perlahan-lahan kaukucup
ilalang dan semaluku
terbangun dari dingin jemarimu
tasbih yang berloncatan
kukumpul di perdu sejadah
melebarkan kuntum doa
pada pohonan tahajud
di pinggir dinihari
bingkisan hujan mengetuk
makna sebuah pasrah
Wednesday, December 1, 2010
Dingin Dinihari
di tebing dinihari
dingin mencakar jari
mengetuk pintu tubuh
menghimpit mimpi manisku
berderai segelas kaca kenangan
berdiri menghadap jendela
kabus membungkus sunyi
sesekali direnjis kuntum hujan
tatkala angin memunggah rindu
bunga-bunga kerdilku
di taman ibadah-Mu
di ranjang dinihari
kudakap sejambak usia
yang perlahan meluruhkan kedut
antara kening dan dahi comot
sekaliannya masih menunggu
bekalan di bahu.
dingin mencakar jari
mengetuk pintu tubuh
menghimpit mimpi manisku
berderai segelas kaca kenangan
berdiri menghadap jendela
kabus membungkus sunyi
sesekali direnjis kuntum hujan
tatkala angin memunggah rindu
bunga-bunga kerdilku
di taman ibadah-Mu
di ranjang dinihari
kudakap sejambak usia
yang perlahan meluruhkan kedut
antara kening dan dahi comot
sekaliannya masih menunggu
bekalan di bahu.
Tuesday, November 30, 2010
Seorang Gadis Di Kaca Jendela Usia II
meneka lamunanmu
yang kauukir di kaca jernih
seakan mendengar deruan lebah
menghurungi lautan madu
dalam penjara sang ratu
sesekali mendesah bingit
antara ratapan dan rajuk
sesekali dilontar omelan
antara dengar dan tidak
suara tanpa kata-kata
di kaca jendela usia
dudukmu masih bersimpuh
menyematkan kuntum sepi
di celah timbunan sanggul
sahabatku
aku cuma memberikan pilihan
bukan menghukum kepastian
setangkai jodoh yang kaupetik
Wednesday, November 10, 2010
Sewaktu Ayah Tidur
di ranjang kayu
ayah terbaring tanpa pakaian
membebaskan nafas kelelahan
yang tersangkut di hujung perkebunan
kudengar suara keringat
yang mercup di bibir
antara dengkur yang menjerkah
di celah kerongkong tua
dan rahang yang terkatup
meski senyumnya semakin longgar
dihunjam derita perantauan
kulihat pintalan urat
yang muncul di kedut kulit
selonggok simpulan saraf
melingkar bertindih berguling
melakarkan lukisan usia
di dada sebuah nama
laungan tutur kata
segala petunjuk yang kautancap
buat santapan sang anak
kekal berteduh di pondok fikir
akrab kugenggam erat
kini
di ranjang batu itu
dengan selimut kafan
dan alfatihah yang selalu kuhulur
tidak kudengar lagi dengkuranmu
ayah terbaring tanpa pakaian
membebaskan nafas kelelahan
yang tersangkut di hujung perkebunan
kudengar suara keringat
yang mercup di bibir
antara dengkur yang menjerkah
di celah kerongkong tua
dan rahang yang terkatup
meski senyumnya semakin longgar
dihunjam derita perantauan
kulihat pintalan urat
yang muncul di kedut kulit
selonggok simpulan saraf
melingkar bertindih berguling
melakarkan lukisan usia
di dada sebuah nama
laungan tutur kata
segala petunjuk yang kautancap
buat santapan sang anak
kekal berteduh di pondok fikir
akrab kugenggam erat
kini
di ranjang batu itu
dengan selimut kafan
dan alfatihah yang selalu kuhulur
tidak kudengar lagi dengkuranmu
Sunday, November 7, 2010
Daun Yang Rebah
Melihat dedaunan yang melekat tumbuh di pohon amat menyenangkan. Kehijauan yang merimbun nampak keteduhan di balik pohon.
dedaun tumbuh mekar
hinggap di tubuh sasa sang pohon
menghijau di rimbunan
meredup pandangan hati
menyegarkan rentak atma
di hujung jerkah mentari
aku menunggu sepi
bersandar di tebingmu
tanpa menduga tiba-tiba
angin menghempas perlahan
menggugurkan daunan kuning
rebah ke tanah tandus
begitulah pengakhiran nafas.
dedaun tumbuh mekar
hinggap di tubuh sasa sang pohon
menghijau di rimbunan
meredup pandangan hati
menyegarkan rentak atma
di hujung jerkah mentari
aku menunggu sepi
bersandar di tebingmu
tanpa menduga tiba-tiba
angin menghempas perlahan
menggugurkan daunan kuning
rebah ke tanah tandus
begitulah pengakhiran nafas.
Subscribe to:
Posts (Atom)